JAKARTA INSIDER – Pengamat politik Dr. Taufik Abdullah mengatakan, realitas pemilu Indonesia masih transaksional. Rakyat semakin pesimis dengan hajatan demokrasi, karena atmosfir politik cenderung memasung suara rakyat.
“Money politics dan jual beli suara masih menduduki trend tertinggi, di antara berbagai bentuk pelanggaran yang masih sulit diantisipasi pada setiap kontestasi di tanah air. Oligarkhi parpol dan oligarkhi ekonomi berkolaborasi merebut kuasa,” kata Taufik Abdullah pada acara Rakor Penanganan Pelanggaran yang diadakan oleh Panwaslih Aceh Utara, Ahad (27/11/2022) di Hotel Diana, Lhokseumawe.
Pengamat politik dan akademisi ini mengatakan, aroma money politics pada Pemilu 2024 akan menentukan kualitas demokrasi Indonesia ke depan.
Baca Juga: Bocoran fitur terbaik handphone untuk 2023 kamu
Saat ini, imbuhnya, personal politisi tidak cukup mengandalkan popularitas, kapasitas, track record. Pun tidak cukup dengan modal sosial yang dimiliki, tapi financial capital menjadi faktor utama dalam merebut suara rakyat.
"Tidak hanya di Aceh, secara nasional kegaduhan politik dipertontonkan elit politik. Kesannya tidak mendidik. Sehingga pragmatisme pesta rakyat cenderung menampilkan kegilaan. Dulu, kita mengenal ‘suara rakyat adalah suara Tuhan’, kini berubah menjadi ‘suara rakyat adalah siapa yang bayar. Ini yang kita takutkan," ketus dosen Ilmu Politik Universitas Malikussaleh ini menggugah peserta diskusi.
Taufik berharap, walaupun atmosfir politik tanah air cenderung menampilkan democrazy dan unjuk kegilaan, pemilu 2024 tetap berlangsung tertib, dimana prinsip asas ‘luber-jurdil’ berlangsung sehat dan berkualitas.
Kepada Bawaslu / Panwaslih di daerah Taufik berharap agar instrumen penyelenggara dan pengawasan pemilu dapat menjalankan peran serta fungsinya dengan baik.
"Integritas, profesionalisme dan netralitas mereka masih menyisakan sedikit harapan, bahwa kualitas demokrasi Indonesia ke depan masih dapat kita konsolidasikan, agar berdampak lebih subtantif,” kata jebolan magister ilmu politik Universitas Islam Internasional, Malaysia.
Dalam amatannya, penyelenggara ataupun lembaga pengawas pemilu di berbagai tingkatan, sampai ke TPS tidak hanya sekedar menyelesaikan kerja-kerja elektoral yang proseduralistik, tapi melalui berbagai regulasi dan aturan yang ada, di berbagai tingkatan mampu mendorong pengawasan partisipatif.
Baca Juga: Rusia habisi 32 warga sipil Ukraina di Kherson, NATO ungkap militer Putin sudah kelewat batas
“Adanya penglibatan berbagai elemen masyarakat mengawal jalannya demokrasi elektoral ini, nantinya, bisa melahirkan legitimasi pemerintah yang benar-benar didaulat oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat, yaitu pemerintahan pro-rakyat dalam kebajikan dan kebijakannya. Political will ini harus kita moving dari sekarang, dan itu masih tersisa pada integritas penyelenggara dan pengawas pemilu," ungkapnya di hadapan para komisioner panwaslih Aceh Utara dan puluhan peserta rakor.