JAKARTA INSIDER - Dalam sistem pemilu proporsional tertutup, kampanye dilakukan oleh partai politik.
Calon hanya sebagai pendukung kampanye yang dilakukan oleh partai politik. Para pemilih pun tidak tahu siapa calon anggota legislatif yang bakal mewakili mereka di parlemen.
Demikian pendapat yang disampaikan Jusuf Kalla, mantan wakil presiden ke-10 (2004-2009) dan ke-12 (2014-2019).
Jusuf Kalla mengklaim bahwa dirinya lah yang mengusulkan perubahan sistem pemilu proporsional dari tertutup menjadi terbuka
"Dulu kan tertutup, yang pertama kali mengusulkan terbuka, saya. Itu supaya orang mengetahui siapa yang dia pilih," ujar Jusuf Kalla.
Selain itu, menurut Jusuf Kalla, dengan sistem pemilu proporsional terbuka calon anggota legislatif berupaya melakukan kampanye supaya memperoleh suara dari pemilih.
"Kalau tertutup, calon cenderung tidak berkampanye, partai yang berkampanye. Jadi, segala kegiatan oleh partai, yang paling sulit bagi partai politik adalah menentukan nomor-nomor urut calon", ujar Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla tidak menampik ada sisi negatif dari penerapan sistem pemilu proporsional terbuka. Begitu juga dengan
sistem pemilu proporsional tertutup. Dua-dua nya ada plus minus.
"Bagi demokrasi di Indonesia, sistem pemilihan proporsional terbuka yang paling tepat," kata Jusuf Kalla.
Baca Juga: Tada Dukung UniPin Hadirkan Loyalty Program untuk Lima Negara
Jusuf Kalla mengajak semua pihak untuk bersama-sama memperbaiki penerapan sistem pemilu proporsional terbuka.
"Tidak ada sistem yang sempurna. Mari kita perbaiki sehingga sisi negatifnya bisa diminimalisir," ujar Jusuf Kalla.