Proses judicial review (JR) dan keputusan MK tentu akan sangat ditunggu.
Menurut Taufik, "bisa geer jika akhirnya MK memutuskan proporsional terbuka. MK dari tertutup telah membuka, tentu akan ahistoris jika menutup kembali..? Toh, JR juga punya dalil dan kausalitas kontekstual dengan perkembangan demokrasi, parpol dan pemilu," tegasnya.
"Apalagi jika nanti Hasto (Sekjen PDIP, red) dari riset disertasinya dipanggil sebagai ahli dalam kapasitas risetnya, juga akan menyeret para profesor yang menguji disertasinya. Pun para ahli dari pihak yang pro terbuka akan diminta pandangan. Akankah MK ahistoris atau kontekstual dengan dalil-dalil pengugat ? MK bisa saja memutuskan proporsional menutup," analisis Taufik.
Taufik melihat proposional tertutup, maka oligarkhi partai-kader lebih kuat.
"Proposional terbuka, maka oligarkhi individu-kapitalis lebih kuat. Dalam proposisi demikian sama-sama merebut kedaulatan rakyat. Persoalannya, mana lebih krusial, kedaulatan rakyat bersifat individualistik atau kelembagaan (party)..?" Taufik menjelaskan.
Tertutup, menurutnya, kader (partai) memperjuangkan (aspirasi) publik, melalui misi dan ideologi partai.
"Terbuka, kader memperjuangkan dirinya daripada misi dan ideologi partai.
Terbuka, pragmatis-oportunis. Tertutup, pragmatis-idealistik. Terbuka, Politik Liberalisme ? Tertutup, politik strukturalisme," imbuhnya.
Dalam analisis Taufik Abdullah, mengutip pernyataan Fahri Hamzah, melebelkan proporsional tertutup manifestasi sistem komunisme.
Realitasnya, proporsional terbuka meneguhkan parpol di tangan pemilik modal oligarkhi-sentralistik.
Proporsional tertutup akan membuka ruang parpol ke depan lebih demokratis-simbolik.
"Terbuka, laissez faire tergantung financial, bisa menjamin dapat kursi dengan modal uang. Tertutup, laisse faire tergantung resources, bisa menjamin dapat kursi dengan modal sosial," ujar Taufik mengemukakan teori politik.