politika

Presidential Threshold menimbulkan polemik, Refly Harun: Politik Indonesia jadi politik sontoloyo

Jumat, 6 Januari 2023 | 10:38 WIB
Refly Harun membahas polemik Presidential Threshold. (Instagram/ @reflyharunofficial)

JAKARTA INSIDER - Polemik Presidential Threshold kembali memanas mendekati momentum pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 mendatang.

Persaingan ketat antar partai politik mulai bergulir tentang koalisi atau oposisi, serta siapa yang akan mendapat kursi.

Presidential Threshold dinilai menjadi ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden bagi warga negara.

Baca Juga: Ganjar Pranowo tak populer di medsos, Anies Baswedan jawaranya

Presidential Threshold dinilai menghalangi, mengekang, dan membatasi hak konstitusional warganegara untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden.

Presidential Threshold mengatur tentang syarat minimum bagi masing-masing partai politik untuk mengusung satu calon Presiden dan Wakil Presiden.

Syarat minimum tersebut berdasarkan persentase perolehan kursi di DPR atau suara sah nasional.

Baca Juga: KPK bantah salah satu pimpinannya ngotot naikkan status dugaan korupsi Formula E yang menyeret nama Anies

Jika sistem itu tidak diterapkan, bisa saja Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih diusung oleh partai atau koalisi partai politik yang jumlah kursinya bukan mayoritas di parlemen.

Refly Harun menyebut bahwa ia menyesalkan diterapkannya Presidensial Threshold yang membuat politik Indonesia menjadi politik "Sontoloyo".

"Orang bilang calon presiden aja kok nggak bisa," tutur Refly.

Presidential Threshold membuat seseorang kehilangan hak untuk menyebut dirinya sendiri sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden.

Baca Juga: Waketum Partai NasDem Ahmad Ali bantah Siswono Yudo Husodo mundur karena pencapresan Anies Baswedan

"Jangan GR dulu jangan sok dulu karena belum 20%," kata Refly Harun.

Halaman:

Tags

Terkini