Menurutnya, jangan seperti sekarang di bawah UU SJSN dan UU BPJS yang mewajibkan rakyat membayar pelayanan kesehatan seperti asuransi, tapi pelayanan semakin buruk.
"Ngakunya dana habis untuk pelayanan kesehatan, padahal dana habis diputar dalam jual beli surat berharga dan biaya operasional dan manajemen BPJS," ujarnya.
Nurhadi mengingatkan bahwa Presiden Jokowi di awal pemerintahan pernah mencanangkan KIS (Kartu Indonesia Sehat) bagi mereka yang miskin dan tak mampu.
Pembiayaannya dimasukkan ke dalam skema BPJS PBI (Penerima Bantuan Pemerintah) dari dana APBN.
"Pak Jokowi tahu gak kalau KIS dan PBI itu udah gak berlaku tidak ditanggung BPJS? Sekarang program itu diserahkan ke Kemensos. Karena tidak ada alokasi dana diserahkan ke Dinas Sosial daerah. Dan kalau kuotanya habis maka pelayanan kesehatan orang miskin tidak ada yang bayar. Rumah sakit menolak beban dan pasiennya mati. Soal ini sudah berkali-kali disampaikan kepada BPJS Kesehatan tapi tidak ada jalan keluar," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan mengecek data tagihan listrik 1.000 orang yang tagihan biaya perawatannya paling membebani keuangan BPJS Kesehatan.
Hal tersebut akan ia lakukan karena curiga sejumlah orang kaya membebani BPJS Kesehatan dengan biaya pengobatan tinggi.
"Saya mau lihat 1.000 orang yang paling banyak expense-nya di BPJS. Saya mau tarik datanya, saya mau lihat itu PLN-nya besarnya berapa," kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11).
Ia menyebut dirinya bakal mengukur kekayaan 1.000 peserta yang paling membebani BPJS melalui besaran VA listrik yang dikonsumsi.
Menurutnya, jika seseorang memiliki besar VA di atas 6.600, maka ia tergolong ke dalam masyarakat yang mampu alias kaya.
"Kalau VA-nya di atas 6.600, yang pasti itu adalah orang yang salah. Karena saya juga dengar sering sekali banyak orang-orang yang dibayarin besar itu banyaknya, mohon maaf, orang-orang kadang konglomerat juga," kata Budi.
Ia menuturkan peserta BPJS Kesehatan dari golongan orang kaya tidak seharusnya bergantung banyak pada pelaksana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu.
Sebagai gantinya, mereka seharusnya mengombinasikan iuran jaminan sosial BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta jika ingin berobat. ***