Kekhwatiran bila tiba-tiba terjadi perubahan proporsionalnya, tidak menutup kemungkinan akan ada berbagai gejolak dari masyarakat seperti melakukan demo. Ini juga harus dihitung semua pihak termasuk KPU dan MK untuk mengantisipasi gejolak di masyarakat. Karena dengan perubahan itu, sudah merampas hak rakyat.
Sebab itu, MK dalam hal ini harus mementingkan rakyat. Seperti kita ketahui dari berbagai informasi sekira 70 bahkan 80 persen rakyat menginginkan Pemilu dengan sistim terbuka. Seharusnya Mahkamah Konstitusi (MK) harus mendengar kemauan rakyat.
Bila tidak, itu berarti MK memecah demokrasi.
Tentang bocoran yang beredar di masyarakat, dalam hal ini, MK harus bisa mengklarifikasi bocoran tersebut jangan sampai ini menggelinding di masyarakat. Ini juga sudah mencoreng wajah MK.
Baca Juga: Kawah Ratu Bogor, wisata alam ala pegunungan sambil berendam air hangat alami, langsung dari gunung
"Karena itu MK harus mengklarifikasi kenapa bisa terjadi kebocoran"ujarnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga negara dan negarawan seharusnya dia yang bisa menafsirkan sebuah UU yang bertentangan dengan UUD 45.
MK memiliki otoritas untuk memberikan interprestasi, memberikan tafsir terhadap UU. Maka dengan interprestasikan tersebut, tentu mereka tahu apakah itu bertentangan dengan UU dan juga menangkap keinginan rakyat.
"Karena itu kita berharap MK harus mengawal demokrasi," tutup Mustofa. ***