JAKARTA INSIDER - Polemik sistem pemilu menjadi pembicaraan hangat dan sorotan publik.
Ternyata, masyarakat Indonesia tetap menginginkan Pemilu tetap dengan sistem terbuka.
Lalu, apa tanggapan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saat Musthopa mengenai polemik sistem pemilu ini? Berikut penjelasannya.
Baca Juga: Jin iseng akan terbakar di dalam tubuh, dengan membaca Keagungan beberapa doa ini, yuk simak!
Dilansir Jakarta Insider dari Metrotv, Selasa(30/5/2023), menurut Wakil ketua Komisi II DPR RI Saat Mustofa, mengungkapkan, bahwa sistem proporsional sesuai dengan UU No 7 tahun 2017, tentang sistem pemilu terbuka masih relevan diterapkan di Indonesia.
Bahkan sekitar 80 persen, masyarakat Indonesia tetap menginginkan Pemilu dengan sistem terbuka, ungkap Mustofa.
Karena, dengan UU ini adalah merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Yang mana hak untuk menentukan pilihannya untuk memilih wakil rakyat sebagai pengguna hak pilihnya.
Apalagi sudah tiga kali pemilu telah kita laksanakan dengan sistem terbuka. Rakyat juga sudah tau menerapkan sistim ini. Apabila tiba-tiba dirubah itu artinya, mencederai hak rakyat, ungkap Mustopa.
Disinggung pengaruhnya pada injury time yang hanya beberapa bulan lagi untuk dilaksanakannya pemilu, kata Mustofa , tentu hal ini sangat berdampak kepada para caleg, KPU dan juga masyarakat.
Untuk Calon legislatif sendiri, tentu itu sangat berdampak, dimana tahapan sudah berjalan, dan bahkan para Caleg sudah didaftarkan ke KPU.
Tentu ketika dia berubah, sudah pasti dampaknya sangat besar.
Baca Juga: Muara Jambu, wisata alam di Bandung Barat, cocok untuk pecinta camping dan dekat dengan alam
Sementara KPU sendiri juga sudah mempersiapkan segala sesuatunya seperti surat suara, kotak suara dan kebutuhan lainnya untuk pemilu berdasarkan proporsional terbuka.
Selanjutnya, kata Mustofa , dampaknya ke masyarakat, dimana masyarakat sudah mengetahui dengan sistim proporsional terbuka. Dengan menggunakan hak politiknya untuk memilih wakil rakyat sesuai dengan pilihannya.
Bila proporsionalnya tiba-tiba berubah, itu artinya
masyarakat kehilangan haknya.