politika

Heboh draf RUU Polri beredar, Puan Maharani: Itu bukan surpres resmi dari pemerintah!

Rabu, 26 Maret 2025 | 19:45 WIB
Potret Ketua DPR RI Puan Maharani yang Bantah Pembahasan RUU Polri. (instagram.com/puanmaharaniri)

JAKARTA INSIDER — Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa hingga kini belum ada pembahasan resmi mengenai Revisi Undang-Undang (RUU) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di DPR periode 2024-2029.

Puan juga memastikan bahwa draf naskah dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Polri yang ramai beredar di media sosial bukanlah dokumen resmi milik DPR.

“DIM yang beredar itu bukan resmi. Jadi kami pastikan, itu bukan dari kami,” kata Puan di Gedung DPR RI, Selasa, 25 Maret 2025.

Baca Juga: Simak di sini! 4 poin krusial dalam RUU Polri yang dianggap jadi ancaman bagi kebebasan rakyat

Tak hanya itu, Puan juga menegaskan bahwa hingga saat ini Surat Presiden (Surpres) sebagai dasar pembahasan RUU Polri belum diterima DPR.

“Sampai sekarang belum ada Surpres RUU Polri di pimpinan DPR. Jadi, yang beredar itu jelas bukan surpres resmi,” tegasnya.

Draf RUU Polri Memicu Kegaduhan Publik

Munculnya draf RUU Polri di tengah isu pembahasan revisi ini sontak memicu kekhawatiran masyarakat. Terlebih setelah sebelumnya DPR mengesahkan Revisi UU TNI yang menuai protes karena dikhawatirkan memunculkan kembali dwifungsi TNI.

Isu RUU Polri ramai dibicarakan warganet, bahkan tagar #TolakRUUPolri menggema di media sosial X (Twitter), menyoroti sejumlah pasal kontroversial dalam draf tersebut.

Baca Juga: Polemik RUU TNI baru mereda, kini rencana RUU Polri muncul picu aksi massa kembali meledak

Sebuah dokumen yang diklaim sebagai Surpres bernomor R-13/Pres/02/2025 bahkan beredar dan disebut ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 13 Februari 2025. Namun keabsahan dokumen ini masih diragukan, apalagi pimpinan DPR membantah telah menerima Surpres.

Isu Lama Kembali Muncul

Sejatinya, RUU Polri ini sudah pernah dibahas pada periode DPR 2019-2024, namun gagal disahkan hingga masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir.

Kini, beberapa poin penting dalam draf revisi RUU Polri kembali dipersoalkan karena dinilai berpotensi merugikan hak-hak sipil, di antaranya:

Baca Juga: Beban bagi mantan Napi, Kementerian HAM resmi usulkan SKCK dihapus

1. Wewenang Polri di Ruang Siber (Pasal 16 ayat 1 huruf q)

Polri diberi kuasa memblokir, memutus, memperlambat akses internet dengan alasan keamanan dalam negeri. Langkah ini dianggap berpotensi membatasi kebebasan berpendapat di ruang digital.

2. Kewenangan Penyadapan

Revisi UU Polri juga memperluas kewenangan penyadapan oleh polisi, yang dikhawatirkan mengancam privasi warga negara.

Halaman:

Tags

Terkini