JAKARTA INSIDER – Fernando Villavicencio, salah satu calon presiden Ekuador, tewas ditembak pada bagian kepala usai melakukan kampanye pemilihan umum di wilayah utara negeri itu.
Mengutip New York Times (NYT), Villavicencio yang kini berusia 59 tahun adalah salah satu dari delapan kandidat presiden dalam pilpres Ekuador yang akan berlangsung 20 Agustus mendatang.
Meskipun angka dalam jajak pendapat tak begitu besar, Villavicencio memperoleh dukungan sekitar 7,5 persen.
Baca Juga: Pilpres BERDARAH di EKUADOR, detik-detik capres Villavicencio ditembak mati usai kampanye
Di negerinya, sosok Villavicencio memang terkenal kritis. Ia memiliki sejumlah track record, mulai dari mantan ketua serikat pekerja mantan jurnalis hingga politisi dan legislator dari Partai Movimiento Construye.
Kiprah kritis Villavicencio dimulai kala ia memimpin serikat pekerja perusahaan minyak negara Petroecuador. Kala itu ia menantang penyelewengan yang ada dan merugikan negara miliaran dolar.
Namanya kian melambung setelah menjadi jurnalis. Ia juga dikenal sebagai kritikus paling tajam mantan Presiden Rafael Correa, yang memerintah 2007-2017.
Baca Juga: Jangan sampai SIM kadaluwarsa, simak lokasi SIM Keliling Jakarta hari ini Jumat 11 Agutus 2023
Karena kecamanannya itu, Villavicencio sempat dituduh mencemarkan nama baik mantan presiden dan dihukum 18 bulan penjara. Dia dilaporkan sempat melarikan diri ke wilayah Pribumi Ekuador sebelum diberikan suaka di Peru.
Saat Correa jatuh, ia kembali ke Ekuador. Correa sendiri sempat dipenjara karena korupsi di 2020.
"Dia menjadi terkenal sebagai pemimpin serikat pekerja di perusahaan minyak negara, Petroecuador, dan kemudian memainkan peran penting dalam mengungkap skandal korupsi yang melibatkan pemerintahan mantan Presiden Rafael Correa," tulis NYT.
Baca Juga: JAKSA BELUM SIAP, sidang pembacaan tuntutan Mario Dandy dan Shane Lukas DITUNDA pekan depan
"Sebagai jurnalis, Villavicencio memperoleh dokumen tentang program pengawasan pemerintah yang dia kirim ke WikiLeaks tetapi akhirnya menerbitkannya sendiri. Beberapa karyanya menyebabkan ancaman pembunuhan dan dakwaan yang disebut sebagai motif politik," muat media itu lagi.
Menurut ilmuwan politik di University of British Columbia, Grace Jaramillo, Villavicencio kerap merasa diintimidasi dan direndahkan. Tapi dalam pemilu Ekuador, ia muncul dengan slogan-slogan anti korupsi di negeri itu.