JAKARTA INSIDER - Provinsi Jawa Tengah resmi menetapkan tarif opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 1,05 persen sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Kebijakan ini menjadi sorotan dalam diskusi publik yang diadakan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) di Hotel Horizon Ultimate, Semarang, Jumat 25 April 2025 mengingat potensi dampak ekonomi yang ditimbulkannya.
Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jawa Tengah, Danang Wicaksono, menyampaikan bahwa penetapan tarif ini dilakukan melalui proses konsultatif.
“Dalam penetapan tarif ini, kami libatkan masukan publik. Selain itu, kami juga memberikan insentif fiskal, misalnya pengurangan 70 persen PKB tahun pertama untuk kendaraan bermotor yang dimutasikan dari luar Jawa Tengah ke Jawa Tengah,” terang Danang pada Jumat, 25 April 2025.
Meskipun demikian, sejumlah pihak tetap mencemaskan efek lanjutan dari kebijakan tersebut terhadap konsumsi masyarakat dan pertumbuhan industri lokal.
Peneliti LPEM FEB UI, Riyanto, menyampaikan bahwa kenaikan tarif pajak bisa menjadi pukulan ganda, terutama di tengah tren penurunan penjualan kendaraan dalam satu dekade terakhir.
Baca Juga: Polda Jabar pantau ancaman terhadap Gubernur Deddy Mulyadi
“Di Jawa Tengah saja, kenaikan pajak kendaraan bermotor bisa mencapai 48 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan Thailand,” ujar Riyanto di kesempatan yang sama.
“Kami hitung, harga mobil baru bisa naik hingga 6,2 persen. Dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil bisa turun 9,3 persen,” tambahnya.
Menurut Riyanto, situasi ini bisa berdampak luas terhadap sektor otomotif yang menjadi penopang ekonomi, khususnya di daerah-daerah yang bergantung pada pendapatan dari industri kendaraan bermotor.
Baca Juga: BKN tanggapi pengunduran diri ribuan CPNS 2024: Ini penyebabnya
Ia menegaskan bahwa regulasi saja tidak cukup; eksekusinya harus tepat.