nasional

Bulaksumur 'Kampus Menggugat' Undang Akademisi dan Masyarakat Sipil untuk Kembalikan Kemurnian Demokrasi

Sabtu, 16 Maret 2024 | 16:00 WIB
Forum Balairung UGM melakukan aksi peneguran. (ugm.ac.id)

JAKARTA INSIDER -  Aksi peneguran dilakukan Forum Balairung UGM baru-baru ini untuk mengingatkan kembali aspek-aspek demokrasi bangsa.

Praktik-praktik nepotisme, pelanggaran dan kecurangan pemilu, bahkan politik dinasti menjadi isu yang mengkhawatirkan dan perlu ditindak tegas.

Pada sore (12/3), sejumlah dosen, guru besar, dan media berkumpul menyerukan orasi “Kampus Menggugat” akibat kecerobohan pemerintah dalam menerapkan etika dan prinsip demokrasi.

Baca Juga: Bakamla RI Temukan Jenazah Warga Negara Taiwan Ngambang di Perairan Jakarta

“Persoalan yang terjadi di Indonesia tidak mungkin kita biarkan. Saya tahu persis bahwa tantangan yang terjadi di Indonesia dalam proses demokrasi dua dekade terakhir adalah bagian dari penguatan reformasi.

Demokrasi semakin memburuk terlihat dari kecenderungan praktik-praktik oligarki, korupsi, dan nepotisme. Kita tahu bahwa problem etik soal dinasti ini bukan problem yang dianggap ringan,” ujar Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si.

Menurutnya, universitas sebagai entitas akademik memiliki tanggung jawab untuk mencegah kembali terjadinya praktik penyelewengan demokrasi.

Baca Juga: Analis tanggapi ucapan selamat AS ke Prabowo: Mereka kenal baik Prabowo

Arie juga turut mengajak universitas untuk bersama-sama menyerukan teguran pada pemerintah, karena komitmen satu suara saja tidak cukup untuk menumbuhkan kembali asas NKRI.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Prof. Drs. Koentjoro, M.BSc., Ph.D., Guru Besar UGM yang sekaligus sebelumnya juga menjadi pembaca petisi Bulaksumur.

Ia menyayangkan kritik dari guru besar sama sekali tidak dihiraukan, bahkan dianggap menunggangi salah satu kandidat politik.

“Sayangnya suara kami hanya dipahami sebagai hak demokrasi kami, tidak dimengerti isinya. Tidak dilakukan apa yang menjadi peringatan kami. Merusak, menabrak etika, mengatasnamakan tidak ada undang-undang hukum yang dilanggar,” ucapnya.

Baca Juga: Masjid Tjia Kang Ho Potret Akulturasi Budaya Tionghoa, Islam dan Betawi

Tanggapan pemerintah terhadap kritik guru besar dinilai tidak menghargai keberadaan ahli dan akademisi.

Politik kepentingan tetap dilakukan dengan mengakomodasi kepentingan oligarki. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan mengingat kedaulatan rakyat sebagai pemegang kepentingan tertinggi bisa terancam.

Halaman:

Tags

Terkini