JAKARTA INSIDER - Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto akhirnya buka suara soal tudingan yang mengarah ke dirinya telah menerima suap dari kegiatan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Penyelidikan untuk kasus ini sangat lemah," tegas Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dikutip JAKARTA INSIDER dari ig@seputarinewsrcti (25/11/2022)
Sebelumnya, pada awal Nopember 2022 beredar video singkat pengakuan Ismail Bolong yang mengatakan telah memberikan setoran ke pejabat tinggi di Mabes Polri, dalam hal ini Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Baca Juga: Tak hanya curah hujan, inilah fakta lain yang menyebabkan banjir bandang di Kota Jeddah
Selain Kabareskrim Polri, uang setoran masuk juga ke pejabat Polda Kaltim.
Uang setoran untuk Kabareskrim Polri, diperoleh dari hasil mengepul batu bara ilegal di Kaltim. Jumlahnya mencapai Rp 6 miliar yang disetor tiga kali masing-masing Rp 2 miliar pada September, Oktober, dan Nopember 2021.
Kegiatan mengepul batu bara dilakukan di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim sejak Juli 2020 sampai November 2021. Wilayah ini berada dalam wilayah hukum Polres Bontang.
Baca Juga: Waduh! Menang melawan Serbia bayaran mahal Brazil harus dibayar kontan. Neymar jr cedera
Ismail Bolong sebelumnya adalah personel Polri aktif yang dinas di Polresta Samarinda. Pria kelahiran 1976 itu merupakan lulusan pendidikan Polri tahun 1996/1997.
Ismail Bolong cukup lama di satuan Intelejen dan Keamanan (Intelkam) Polresta Samarinda. Ia sempat juga bertugas di Satuan Sabhara, saat Kapolresta Samarinda dijabat Kombes Pol Setyobudi Dwiputro.
Tak beberapa lama setelah videlo singkatnya viral, Ismail Bolong membuat klarifikasi, bahwa semua pernyataannya tidak benar sama sekali. Ia mengaku membuat video singkat itu di bawah tekanan.
Menanggapi adanya laporan hasil penyelidikan kasus tambang ilegal Maret 2022 yang ditandatangan Hendra Kurniawan selaku eks Karo Paminal Propam Polri dan ditujukan kepada mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menegaskan, "Keterangan saja tidak cukup."