JAKARTA INSIDER - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan berikan sanksi gugatan hukum pidana.
Tak hanya sekadar sanksi administratif saja kepada pihak yang terlibat kasus lingkungan hidup dan kehutanan dan bisa bebas.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin, (12/12/2022).
Menurut Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani, UU Cipta Kerja dan UU Lingkungan Hidup memberikan ruang untuk mengenakan denda administratif yang dapat memberikan efek jera kepada pelaku.
"Sanksi administratif tidak membebaskan penanggung jawab usaha atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana. Jadi walaupun dia kena sanksi administratif, kita masih bisa pidanakan," ujar Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho.
Dia mengatakan KLHK beberapa kali memidanakan pihak yang sudah pernah dikenakan sanksi administratif sebagai bagian dari penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.
"Memang instrumen penegakan hukum berkembang. Dulu apapun sakitnya dipidana, sekarang bisa dikenakan sanksi administratif bisa juga perdata," katanya.
Baca Juga: Pantas Adzam tak mirip Sule, Nathalie Holscher mengungkap fakta sebenarnya, ternyata memang ...
Dia mengatakan, pihaknya saat ini tengah memperkuat penegakan hukum administratif untuk mendorong efek jera dengan sanksi administratif.
Tujuannya untuk mengurangi keuntungan para pelaku kejahatan lingkungan. Dapat dilakukan pula penegakan pidana tambahan.
KLHK sendiri selama periode 2015-2022 telah melakukan 31 gugatan ke pengadilan terkait kasus lingkungan hidup dan kehutanan. Di antaranya, 21 sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga: Pernah dighosting? Ini kabar Felicia Tissue setelah Kaesang Pangarep nikahi Erina Gudono
Terkait eksekusi gugatan perdata yang sudah inkracht, Rasio Ridho mengaku bahwa masih terdapat denda yang belum dieksekusi senilai Rp20,79 triliun.
"Kalau kita bicara denda kerugian lingkungan yang sudah masuk kepada negara melalui Ditjen Gakkum itu kurang lebih Rp440 miliar yang masuk PNBP. Tapi masih banyak putusan pengadilan yang belum bisa kita eksekusi, Rp20,79 triliun," jelasnya.