Masalahnya, kadang si pemberi kredit enggan memberikan jaminan fidusia karena mesti menanggung biaya yang cukup besar kadang sampai Rp 1 juta per kendaraan.
Lantaran tak ada jaminan fidusia, pihak pemberi kredit tak punya hak eksekusi terhadap obyek yang dijaminkan. Alhasil, perjanjian itu menjadi lemah karena dibuat di bawah tangan.
Alasan inilah yang membuat pihak leasing melirik jasa Mata Elang untuk ‘mengurus’ nasabah yang gagal bayar untuk menarik kendaraan.
Padahal secara hukum, pihak leasing tak punya hak menarik kendaraan milik konsumen karena perjanjiannya tak ada penjaminan fidusia.
Ironisnya, pihak leasing paham betul kelemahan ini.
Hak Konsumen terhadap Tindakan Pihak Leasing
Proses eksekusi terhadap obyek yang tak dijamin fidusia pastinya tak bakal melalui badan penilai harga resmi atau pelelangan.
Eksekusi yang demikian jelas dianggap sebagai perbuatan melawan hukum seperti diatur dalam KUH Perdata Pasal 1365. Konsumen dapat menggugat leasing jika kendaraannya dieksekusi paksa.
Di saat bersamaan, konsumen yang gagal bayar tak dapat dijerat dengan UU NI 42/1999 karena perjanjian yang dibuat dengan pihak leasing tidak sah.
Meski begitu, bila konsumen terbukti mengalihkan kendaraan ke orang lain, dia bisa dijerat KUH Pidana pasal 372 terkait penggelapan.
Artinya, bisa dilihat betapa pentingnya perjanjian fidusia ini. Konsumen berhak menagih kepada pihak leasing agar perjanjian kredit kendaraan dijaminkan fidusia.
Bila memang pihak leasing enggan mengurusnya, sebaiknya tinggalkan. Itu artinya pihak leasing tidak menghormati hak-hak konsumen.
Artikel Terkait
Bertindak sebagai penyedia jasa untuk Pertamina, Kerry Adrianto bingung kenapa didakwa merugikan negara
4 anggota Satanic dan pelaku pelecehan seksual anak ditangkap di Australia
Kasus penjarahan rumah miliknya berlajut ke jalur hukum, Uya Kuya mengaku maafkan pelaku: Tapi...
Meski maafkan pelaku penjarahan rumah, Uya Kuya tetap proses hukum
Tambang emas ilegal ditemukan di NTB dekat Mandalika, Polisi: Satu minggu beroperasi