JAKARTA INSIDER - Musik selalu menjadi medium bagi rakyat untuk menyuarakan kegelisahan mereka.
Dari masa ke masa, lagu-lagu protes muncul sebagai bentuk ekspresi terhadap ketidakpuasan terhadap kebijakan atau kondisi sosial yang terjadi.
Lagu "Bayar Bayar Bayar" dari Sukatani Band adalah salah satu contoh nyata bagaimana musik bisa menjadi cermin realitas yang dialami banyak orang.
Baca Juga: Polisi harusnya santai, Lagu Bayar Bayar Bayar cuma kritik sosial bukan serangan personal
Dikutip dari kanal YouTube official iNews Lagu ini mengangkat isu yang dekat dengan masyarakat: beban biaya yang semakin meningkat dan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh banyak orang.
Dalam konteks tertentu, lirik lagu ini juga bisa ditafsirkan sebagai kritik terhadap sistem yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil. Namun, apakah kritik semacam ini harus direspons dengan kemarahan?
Sebagai institusi penegak hukum, polisi seharusnya mendengar, bukan langsung merasa tersinggung.
Baca Juga: Seni itu Ekspresi, Polisi harusnya bijak menyikapi Lagu Bayar Bayar Bayar Sukatani Band
Kritik yang datang dari rakyat adalah bentuk kepedulian, bukan bentuk perlawanan. Jika ada keresahan yang diungkapkan melalui musik, itu adalah alarm bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki.
Menanggapi kritik dengan tindakan represif hanya akan memperburuk citra institusi yang seharusnya mengayomi masyarakat.
Sebaliknya, jika kritik didengar dan dijadikan bahan introspeksi, justru itu akan membangun hubungan yang lebih baik antara aparat dan rakyat.
Baca Juga: Kemnaker turun tangan! Pemecatan Novi Sukatani Band akan ditelusuri
Polisi yang bijak tidak akan melihat kritik sebagai ancaman, melainkan sebagai masukan untuk memperbaiki pelayanan dan kebijakan.
Lagu seperti "Bayar Bayar Bayar" hadir bukan untuk menghina, melainkan untuk menyuarakan apa yang dirasakan banyak orang.