Baca Juga: Mengapa obat simvastatin diminum di malam hari? Begini penjelasan dokter
Proses menyuapkan susu bisa makan waktu sampai satu jam. Anakku juga harus diajak bermain supaya fokus dia teralihkan dari susu.
Waktu awal-awal, susunya malah ditepis sampai tumpah. Dia benar-benar menolak karena hanya ingin minum ASI.
Padahal, susu formula tinggi kalori itu mahal harganya. Kondisi keuangan keluarga waktu itu sampai habis-habisan juga.
Baca Juga: Semangka hingga delima, 7 macam buah ini bisa menurunkan menurunkan darah tinggi
Alternatif pakai nasogastric tube
Saking sulitnya minum susu tinggi kalori, berat anakku tak juga naik. Dokter bahkan merekomendasikan penggunaan nasogastric tube (NGT) untuk minum susu. NGT adalah prosedur memasukkan selang melalui hidung sampai ke lambung.
Aku menolak. Tidak tega rasanya anak sekecil itu harus dipasang selang di hidungnya. Membayangkannya saja aku tidak sanggup.
Aku cuma bisa kembali meneguhkan tekad untuk memberi putriku susu tinggi kalori. Setiap hari aku berjuang menyuapkan susu dengan sendok pelan-pelan. Anakku butuh waktu satu jam untuk minum 30 ml susu.
Sedikit demi sedikit takarannya bertambah, naik jadi 50 ml, kemudian ke 75 ml, terus ke 90 ml. Akhirnya setelah 1,5 bulan, aku bisa menyuapi susu 150 ml per sekali minum.
Anakku minum susu tinggi kalori tiga kali sehari. Jadi, sehari dia minum 450 ml. Masih belum mencapai target 500 ml per hari, tapi aku benar-benar mensyukuri capaian itu. Minimal sudah mendekati, pikirku.
Meski asupan susu tinggi kalori perlahan meningkat, ada saja tantangan lainnya. Selama proses menambah berat badan, anakku sempat dua kali sakit.
Sudah lelah menaikkan berat badan, tapi karena sakit berat badannya turun lagi. Sakit yang pertama beratnya turun 500 gram, yang kedua 400 gram. Padahal, biaya yang keluar untuk naikin berat badanya tidak murah.