Ada apa dengan proyek kereta cepat Jakarta Bandung, awalnya murah kini anggaran bengkak, kena prank China?

photo author
- Jumat, 17 Februari 2023 | 06:21 WIB
Ilustrasi. Proyek kereta cepa Jakarta Bandung, dananya kini bengkak
Ilustrasi. Proyek kereta cepa Jakarta Bandung, dananya kini bengkak

Tak ingin menyerah Jepang lantas membuat cetak biru rancangan kereta cepat Jakarta-Bandung, yang lebih dekat dan lebih hemat. Namun, cetak biru itu tidak digubris oleh SBY sampai lengser pada Oktober 2014.

Hingga akhirnya, wacana ini muncul kembali ketika Presiden Jokowi berkuasa. Tepatnya ketika dirinya berkunjung ke China dan merasakan langsung kereta cepat Beijing-Tianjing sepanjang 120 km dengan waktu 33 menit.

Berdasarkan arsip Detik, sejak itu Jokowi serius ingin menerapkannya di Indonesia. Pada 2015, China digandeng untuk melakukan riset. Kehadiran China untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung jelas mengusik Jepang yang telah lebih dulu berambisi menjalankan proyek ini. Alhasil, muncul persaingan antara dua negara tersebut. Baik Jepang atau China sama-sama cari perhatian dan melakukan penawaran terbaik.

Baca Juga: Duh, Nikita Mirzani kembali dipolisikan karena masalah ini, pelapornya sosok ‘wanita bertato’

Berbagai delegasi kedua negara dikirimkan khusus untuk melobi Indonesia. Begitu juga mereka kerap mengundang pejabat Indonesia untuk melihat dan merasakan langsung kereta cepat di Jepang dan China.

Meski Jepang lebih dulu menggarap, iklim politik global kala itu membuat posisi China di mata Indonesia lebih menguntungkan. Saat itu, China memang sedang meluaskan sayap pengaruhnya di bidang ekonomi.

Sebagai raksasa ekonomi dunia, sikap ini jelas menguntungkan bagi siapapun yang dirangkul olehnya. Jika berhasil, maka suatu negara akan kecipratan pertumbuhan ekonomi, termasuk Indonesia. Dengan keuntungan itu, artinya China memang selangkah lebih maju dibanding Jepang.

Pada 18 Agustus 2015, Jokowi meneken Perpres No. 93 Tahun 2015 tentang Tim Penilai Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Nantinya, tim penilai akan membandingkan proposal Jepang dan China dan memutuskan mana yang terbaik bagi Indonesia.

Baca Juga: Waw, tiket nonton F1H20 di Danau Toba terjual habis

 Perlu diketahui pula, Jokowi menetapkan beberapa syarat, seperti tidak boleh menggunakan APBN dan harus lewat skema business to business (b to b), serta tidak adanya garansi oleh Indonesia tentang pendanaan proyek.

Dalam paparan Wilmar Salim dan Siwage Dharma Negara dalam "Why is The High-Speed Rail Project so Important to Indonesia" (2016), secara garis besar proposal kedua negara sebagai berikut:

China mengusulkan biaya US$ 5,5 miliar lewat skema B to B dan tanpa APBN. Negeri Tirai Bambu menyebut konstruksi bisa dimulai pada 2016 dan berakhir 2019.

Sedangkan Jepang menerapkan biaya US$ 6,2 miliar, menggunakan APBN (Government to Government) dan jaminan pemerintah 50%. Negeri Matahari Terbit bisa memulai proyek pada 2017 dan selesai empat tahun kemudian.

Baca Juga: Terpilih sebagai Ketum PSSI, Erick Thohir: Kemenangan adalah ketika tim nasional berprestasi

Singkat cerita, dari proposal itu jelas Jokowi memilih China. Jepang kalah dan tertunduk lesu. Alhasil, pada 2 Oktober 2015, pemerintah membentuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). PSBI terdiri dari PT Wijaya Karya, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga. Seluruhnya akan menanamkan modal di kereta cepat Jakarta-Bandung.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: dpr.go.id, CNBC Indonesia

Tags

Rekomendasi

Terkini

X