JAKARTA INSIDER - Pemerintah Amerika Serikat, melalui laporan tahunan Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR), menyoroti keberadaan sistem pembayaran nasional Indonesia yakni Quick Response Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Dalam dokumen tersebut, kedua sistem ini dinilai sebagai hambatan dagang bagi pelaku usaha Amerika, khususnya di sektor teknologi pembayaran.
Namun, Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Santoso Liem, membantah anggapan bahwa sistem pembayaran tersebut menghambat perusahaan asing.
Baca Juga: Musim kemarau 2025 diprediksi lebih singkat, pakar UGM serukan bahayanya
Ia menegaskan bahwa perusahaan switching asal AS seperti Visa dan Mastercard masih sangat dominan dalam bisnis kartu kredit di Indonesia.
Santoso menyebutkan, pangsa pasar kartu kredit di Indonesia saat ini masih dikuasai oleh pemain asing. Ia memperkirakan sekitar 75% hingga 80% transaksi kartu kredit masih dikuasai Visa dan Mastercard.
Jika dihitung bersama dengan prinsipal internasional lainnya yang beroperasi di Indonesia, total pangsa pasar mereka mencapai sekitar 95%.
Menurutnya, dinamika berbeda terjadi pada sektor kartu debit, yang lebih terdampak oleh kehadiran QRIS.
Baca Juga: OpenAI digugat 45 media ternama, ChatGPT dituding langgar hak cipta besar-besaran
Santoso menjelaskan, QRIS awalnya dikembangkan sebagai solusi untuk mengakomodasi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang kesulitan mengakses mesin EDC (Electronic Data Capture) karena biayanya yang tinggi dan keharusan untuk selalu terkoneksi secara online.
Bekerja sama dengan Bank Indonesia, ASPI menghadirkan QRIS dalam bentuk sederhana—berupa stiker dengan kode QR statis—yang mudah dipasang dan digunakan oleh siapa saja. Bahkan, kini telah dikembangkan QRIS versi "tap" untuk mendukung transaksi contactless.
“Dalam perkembangannya, penggunaan QRIS melonjak luar biasa. Saat ini jumlah merchant yang menggunakan QRIS sudah hampir mencapai 40 juta, dan pengguna aktifnya mendekati 60 juta orang. Semuanya hanya menggunakan ponsel sebagai alat pembayaran,” terang Santoso.
Meski penggunaan QRIS meroket secara domestik, Santoso menekankan bahwa sebagian besar transaksi masih bersifat lokal. Indonesia sendiri telah mengembangkan kerja sama QRIS lintas batas dengan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Kerja sama ini difokuskan untuk mendukung transaksi pariwisata lintas negara, namun skalanya masih relatif kecil.
Artikel Terkait
Menteri Perindustrian RI sebut Indonesia akan berduet dengan Arab Saudi terkait perdagangan senilai Rp55 T
10 Ide Bisnis yang cocok untuk pemula dengan modal kecil dan potensi keuntungan besar
Indonesia lobi AS turunkan tarif impor, Menteri Bahlil: Kami tawarkan transaksi minyak Rp167 Triliun
Gabah murah, Petani menjerit! Mentan Amran didesak tuntaskan masalah penjualan ke BULOG!
Airlangga beberkan strategi RI hadapi tarif Trump, 5 kepentingan Nasional masuk meja negosiasi AS