JAKARTA INSIDER - Gunung Everest, dengan ketinggian tertinggi di dunia, telah menjadi sorotan global.
Namun, popularitasnya yang meningkat drastis juga membawa dampak negatif yang serius.
Musim pendakian 2023 menjadi saksi dari situasi yang semakin buruk, dengan lebih dari 900 orang berusaha menaklukkan puncak gunung ini dalam dua minggu, menghasilkan kemacetan parah dan menjadikan musim ini sebagai yang paling mematikan dalam sejarah.
Di tengah tragedi ini, bisnis di sekitar pendakian Everest mekar dengan pesat.
Seorang pendaki rata-rata harus membayar sekitar $50.000 untuk mencapai puncak Everest, dengan beberapa bahkan membayar lebih dari $100.000.
Pendapatan yang luar biasa juga mengalir ke kas pemerintah setempat yang meraup lebih dari $5 juta setiap tahun hanya dari izin pendakian.
Sedangkan para pendaki pribadi biasanya membayar lebih dari $100.000, bahkan ada yang rela merogoh kocek hingga lebih dari $200.000, tergantung pada tingkat pelayanan, pelatihan, dan prestasi Sherpa yang menyertainya.
Bisnis pendakian Everest semakin berkembang dengan menggiurkan.
Di balik angka-angka ini, tidak dapat dipungkiri bahwa para Sherpa menjadi pahlawan sejati di gunung ini.
Baca Juga: Formula E di Jakarta: Keajaiban di Tengah Kabut Tebal yang Membahayakan Atlet dan Lingkungan
Gelje Sherpa adalah contoh nyata dari keberanian dan dedikasi mereka.
Ketika sedang mendaki bersama klien pribadinya, Gelje dengan cepat menyadari ada seseorang yang sedang sekarat hanya 500 meter sebelum mencapai puncak.