Baca Juga: Cara merawat daun tanaman hias keladi gosong, jangan ragu memangkasnya!
Pihaknya juga mencatat terjadi pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil asal Kabupaten Nduga yang berdomisili di Kabupaten Mimika, Papua Tengah pada 22 Agustus 2022 yang diduga dilakukan oleh enam orang anggota TNI dari Satuan Brigif R/20/IJK/3) bersama 4 warga sipil.
Selain itu, kekerasan terhadap dua warga sipil di Kampung Mememu, Distrik Edera, Kabupaten Mappi pada 30-31 Agustus 2022 yang diduga dilakukan oleh anggota TNI Batalion Infanteri 600/Modang.
"Akibatnya salah satu korban dinyatakan meninggal dunia, dan seminggu sebelumnya juga diduga para pelaku melakukan kekerasan terhadap empat warga sipil," katanya lagi.
Baca Juga: Tanaman hias keladi dormansi? Kenali penyebab dan cara mengatasi, dijamin kembali segar
Selanjutnya, pembunuhan terhadap 14 pekerja jalan di Kampung Majnic, Distrik Moskona Barat, Kabupaten Teluk Bintuni pada 29 September 2022 yang diduga kuat melibatkan kelompok TPNPB-OPM, sehingga mengakibatkan empat orang meninggal dunia.
"Kekerasan terhadap tiga orang anak di Kampung Yuwanain, Distrik Arso, Kabupaten Keerom yang diduga kuat dilakukan oleh anggota TNI yang mengakibatkan tiga orang anak mengalami luka-luka, dan satu di antaranya dinyatakan kritis," ujarnya lagi.
Dia mengatakan selain kasus kekerasan tersebut, pihaknya juga memberikan perhatian pada sidang pelanggaran HAM berat kasus Paniai Berdarah 2014.
Baca Juga: Ciri-ciri orang yang baik akhlaknya, salah satunya menampakan wajah berseri
Terkait itu, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menyampaikan keprihatinan dan penyesalan atas putusan Pengadilan HAM Berat Makassar yang membebaskan pelaku.
"Sehingga kami menyampaikan catatan, antara lain tindakan kekerasan yang berulang setiap tahun di Tanah Papua menunjukkan bahwa tingkat kesadaran HAM belum membaik seperti yang diharapkan. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah justru hanya melahirkan kekerasan baru," katanya lagi.
Kemudian kekerasan terhadap kelompok usia anak mulai meningkat, sehingga ini menjadi preseden buruk dan berpotensi mengganggu upaya pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak, ujarnya pula.***