JAKARTA INSIDER - Dalam tengah kehancuran Yugoslavia pada awal 1990-an, perpecahan Bosnia terjerumus dalam konflik brutal yang mengancam eksistensinya.
Dalam momen paling gelap perang itu, Indonesia, secara diam-diam, terlibat dalam misi rahasia untuk membantu Bosnia, meskipun ada embargo senjata yang diberlakukan secara internasional.
Pada saat itu, Dewan Keamanan PBB memberlakukan embargo senjata ke wilayah bekas Yugoslavia, menyebabkan pihak Bosnia yang paling minim senjata menderita akibatnya.
Baca Juga: BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR berikan UMKM akses menuju pasar global
Dalam upaya putus asa untuk bersenjata, Angkatan Darat Bosnia berusaha mencari cara-cara rahasia untuk memperoleh senjata, termasuk menyelundup atau merebut dari barak musuh.
Di tengah situasi yang mencekam ini, saudara-saudara dari negara-negara Muslim bersikap solidaritas dan Indonesia menjadi salah satunya.
Dibawah kendali Soeripto dan Ustadz Hilmi Aminuddin, sebuah misi rahasia dimulai.
Baca Juga: Warga Tuminting bersama BRInita sukses transformasi lahan sampah menjadi lahan urban farming
Perjalanan Soeripto dimulai dengan pembicaraannya dengan almarhum Probosutedjo, adik dari mantan Presiden Soeharto.
Dalam diskusi panjang, kebutuhan mendesak untuk senjata di Bosnia disampaikan.
Presiden Soeharto mengetahui misi ini melalui Prabowo dan Sri Edi Swasono, namun ia menghindari keterlibatan langsung karena alasan yang jelas.
Baca Juga: Fahrudin Saleh sukses perluas inklusi keuangan di Muara Gembong Bekasi setelah jadi AgenBRILink
Soeripto dan Hilmi kemudian melakukan perjalanan ke Zagreb, bertemu dengan Adi Sasono, dan pada 14 Desember 1992, bertemu dengan utusan pemerintah Bosnia.