JAKARTA INSIDER – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana menyebut sistem pemilu legislatif Indonesia akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Denny Indrayana yang kini berprovesi sebagai advokat mengaku mendapat bocoran mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini dari orang kredibel, namun bukan dari lingkungan MK maupun hakim MK.
Lebih rinci, masih menurut informasi yang didapatnya, Denny Indrayana menyatakan bahwa putusan MK terkait sistem pemilu legislatif tersebut diwarnai perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Baca Juga: Trend rokok elektrik, digemari banyak orang padahal berbahaya bagi kesehatan
Terkait putusan sistem pemilu yang bocor ini, Menkopolhukam Mafhud MD memberikan pernyataan tegas.
Mahfud MD menyatakan, aparat kepolisian perlu memeriksa Denny Indrayana yang mengaku mendapatkan informasi bahwa MK akan mengembalikan sistem pemilu legislatif ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
“Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud di akun twitter pribadinya @mohmahfudmd, Senin (29/5/2023).
Baca Juga: Tidak hanya konsernya, ternyata antri penukaran tiket August D sudah lancar! Intip pengalamannya
Mahfud menegaskan, putusan MK tidak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Menurut Mahfud, putusan MK tersebut menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan.
“Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka,” jelas Mahfud.
Mahfud yang pernah menjabat sebagai ketua MK bahkan mengaku tidak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis selama menjabat.
Baca Juga: 5 Tips kirim barang perabot rumah tangga antarkota yang aman
Mahfud juga mendesak MK dapat menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana tersebut.
“Saya yang mantan ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya,” pungkas Mahfud.***