JAKARTA INSIDER - Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan serius di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Ada banyak faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan, baik dalam ranah domestik maupun publik.
Salah satu faktor utama adalah ketimpangan gender yang masih kuat mengakar di masyarakat.
Dikutip dari laman resmi www.rri.co.id Budaya patriarki membuat perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki, sehingga kekerasan terhadap mereka sering dianggap hal biasa atau bahkan dibiarkan.
Baca Juga: Pemerhati soroti penyebab maraknya perempuan jadi korban Pinjol
Faktor ekonomi juga berperan besar. Perempuan yang tidak mandiri secara finansial cenderung sulit keluar dari situasi kekerasan karena ketergantungan ekonomi terhadap pelaku, misalnya pasangan atau keluarga.
Ketidakberdayaan ini diperparah dengan minimnya akses terhadap pendidikan dan informasi yang bisa memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat.
Selain itu, norma sosial dan stigma turut memperparah kerentanan perempuan. Di banyak komunitas perempuan yang menjadi korban kekerasan sering kali disalahkan atau dipermalukan.
Baca Juga: PPATK: Lonjakan judi online dipicu tingginya permintaan dari masyarakat
Sehingga banyak yang memilih diam daripada melaporkan kasus yang mereka alami. Kurangnya sistem perlindungan hukum yang ramah korban juga membuat perempuan ragu mencari keadilan.
Faktor psikologis, seperti rasa takut, ketidakpercayaan diri, hingga trauma masa lalu, juga membuat perempuan lebih sulit untuk melawan kekerasan yang mereka alami.
Banyak korban merasa tidak berdaya atau bahkan menganggap kekerasan sebagai sesuatu yang wajar dalam hubungan.
Baca Juga: Veronica Tan ungkap dua solusi cegah kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Di era digital, kekerasan berbasis teknologi turut menambah daftar ancaman terhadap perempuan.