JAKARTA INSIDER - Pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, tengah menjadi sorotan publik. Dalam sebuah konferensi pers di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, pada 22 April 2025, Rachmat menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) lebih mendesak dibandingkan penciptaan lapangan pekerjaan.
"Kalau ada yang bertanya kenapa harus memberi makan? Kenapa tidak langsung saja menyediakan pekerjaan? Jawabannya, masalah kekurangan gizi tidak akan teratasi hanya dengan menyediakan pekerjaan," ujar Rachmat dalam kesempatan tersebut.
Kritik dari Pengamat Ekonomi
Pernyataan tersebut memicu kritik dari Ferry Latuhihin, seorang pengamat ekonomi sekaligus analis pasar modal. Dalam diskusi di kanal YouTube Rhenald Kasali yang tayang pada Senin, 28 April 2025, Ferry menyampaikan ketidaksetujuannya atas logika yang digunakan sang menteri.
Menurut Ferry, penciptaan lapangan kerja seharusnya menjadi prioritas utama bagi pemerintah, bahkan di negara manapun di dunia. Ia mempertanyakan dasar pendidikan Rachmat hingga berani mengutarakan bahwa MBG lebih penting dibandingkan menyediakan pekerjaan untuk rakyat.
"Saya heran, sekolah di mana sampai bisa berpendapat bahwa program makan bergizi gratis lebih penting ketimbang lapangan kerja?" sindir Ferry.
Baca Juga: AS protes soal QRIS, MPR: Visa dan Master silahkan masuk asal siap bersaing
Ia menekankan bahwa di setiap pemerintahan, prioritas utama adalah memperluas kesempatan kerja, karena dari pekerjaan lah kesejahteraan masyarakat bisa meningkat dan kebutuhan dasar, termasuk gizi, bisa dipenuhi secara berkelanjutan.
"Semua pemerintahan di dunia ini, fokus utamanya ya tetap menciptakan lapangan kerja. Bukan sekadar membagikan makanan," tegas Ferry.
Baca Juga: Baca di sini! Cara aman minum cuka apel untuk diet, panduan lengkap dari pakar kesehatan
Polemik Berlanjut
Pernyataan Rachmat Pambudy mengenai urgensi MBG ini pun terus menuai perdebatan di masyarakat. Ada yang memahami argumennya dalam konteks mengatasi kekurangan gizi sebagai masalah mendesak, namun banyak juga yang menilai pendekatan tersebut tidak cukup strategis jika tidak disertai dengan upaya menyediakan lapangan pekerjaan yang layak.
Debat ini menambah kompleksitas diskusi soal prioritas pembangunan nasional di tengah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia.***