JAKARTA INSIDER — Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN), Riefian Fajarsyah alias Ifan Seventeen, buka-bukaan soal kondisi perusahaan film milik negara yang kini terpuruk secara finansial dan nyaris hidup dari sisa-sisa kejayaan masa lalu.
Penjelasan Ifan ini disampaikannya usai Komisi VI DPR RI melakukan sidak ke kantor PFN di Jakarta. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang turut hadir dalam sidak itu mengaku prihatin dengan kondisi PFN yang dinilai jauh dari kata layak sebagai sebuah BUMN film.
“Banyak fasilitasnya yang rusak, peralatan produksi sangat kurang, studio banyak yang tak terurus. Padahal PFN ini BUMN strategis di bidang budaya dan perfilman,” kata Dasco.
Ifan Seventeen, lewat unggahan di Instagram, kemudian menjelaskan akar permasalahan PFN saat ini. Ia menyebut bahwa PFN tidak mendapatkan anggaran dari APBN, sehingga harus mandiri secara finansial dengan mengandalkan sumber pemasukan sendiri.
“Jika tidak ada pemasukan, konsekuensinya jelas — gaji pegawai bahkan bisa tidak terbayar penuh. Ini sudah terjadi beberapa bulan,” ungkap Ifan.
Ifan juga memaparkan bahwa seiring peralihan teknologi dari analog ke digital, banyak peralatan produksi PFN yang usang dan tak bisa digunakan. Saat ini, hanya satu studio — ‘Black Box’ — yang masih berfungsi dan lebih sering disewakan untuk produksi luar.
Lebih jauh, Ifan mengungkapkan bahwa untuk bisa bertahan, PFN kini menyewakan ruang-ruang di gedung tuanya.
“Dari coffeeshop, kantor LBH, biro travel umrah, tempat billiard, sampai lomba burung kicau pun kami terima,” jelasnya.
Kondisi ini menuai perhatian serius dari para pelaku industri film. Rangga Dwi Saputra, seorang produser muda sekaligus pengurus asosiasi rumah produksi film Indonesia, menyatakan keprihatinannya atas kondisi PFN yang diungkap Ifan.
“Kami di industri film sebenarnya berharap banyak pada PFN sebagai BUMN film. Tapi kondisi yang diceritakan Mas Ifan jujur bikin sedih. PFN harusnya jadi rumah besar perfilman nasional, bukan sekadar tempat sewa-sewa ruang,” kata Rangga saat dimintai tanggapan.
Menurutnya, sudah saatnya pemerintah turun tangan lebih serius untuk menyelamatkan PFN agar bisa kembali pada jalurnya sebagai pilar produksi film berkualitas di Indonesia.