nasional

Pedagang kopi di Karawang sindir dugaan Pertamax oplosan, ungkap rasa kecewa yang tinggi

Kamis, 27 Februari 2025 | 14:29 WIB
Potret Potret Dirut Pertamina sekaligus tersangka kasus dugaan korupsi minyak mentah, Riva Siahaan (kiri), dan pedagang kopi di kedai Ulah Coffee di Cilamaya Wetan, Karawang, Tre Ikhwan (kanan). (Dok. Pertamina Patra Niaga - Facebook.com/@h.t.ikhwan)

JAKARTA INSIDER - Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang yang melibatkan PT Pertamina Patra Niaga dan beberapa anak usahanya semakin memanas. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 25 Februari 2025.

Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, kasus ini berlangsung sejak 2018 hingga 2023 dan menyebabkan kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah.

"Sesuai regulasi dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018, pemenuhan kebutuhan minyak mentah dalam negeri harus mengutamakan sumber dari kontraktor lokal sebelum memutuskan impor. Namun, dalam praktiknya, kebijakan ini diselewengkan," jelas Abdul Qohar dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan RI, Selasa, 25 Februari 2025.

Baca Juga: Di tengah isu Pertamax oplosan dan skandal korupsi Rp193,7 Triliun, inilah 7 tersangka yang terlibat

Modus yang digunakan dalam kasus ini melibatkan manipulasi dalam pembelian BBM. Riva Siahaan diduga melakukan pengadaan RON 92 (Pertamax), tetapi yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 (Pertalite).

BBM dengan kadar oktan lebih rendah tersebut kemudian diolah kembali agar menyerupai Pertamax sebelum dijual ke masyarakat melalui SPBU Pertamina.

Baca Juga: Bantah isu Pertamax oplosan Pertalite, Pertamina jamin BBM di SPBU sesuai standar Pemerintah

Masyarakat Kecewa: Antrean Panjang tapi Dapat BBM Oplosan?

Dugaan skandal ini menuai reaksi luas dari masyarakat, termasuk para pengguna kendaraan yang selama ini merasa telah membeli BBM berkualitas. Salah satu yang angkat bicara adalah Tre Ikhwan (42), seorang pedagang kopi di Karawang.

Tre, yang sehari-hari mengelola kedai kopi bernama Ulah Coffee di Kecamatan Cilamaya Wetan, Karawang, mengaku kesal dan kecewa setelah mendengar kabar bahwa Pertamax yang ia beli bisa saja bukanlah bahan bakar murni, melainkan hasil oplosan dari Pertalite.

"Saya sering antre panjang di SPBU untuk membeli BBM subsidi karena harganya lebih terjangkau. Tapi kalau ternyata Pertamax yang dijual juga berasal dari Pertalite yang diolah lagi, buat apa saya capek-capek antre? Mending langsung beli Pertamax sekalian!" ujar Tre.

Baca Juga: Resmi memulai kerja sama penerbangan Haji 2025, Garuda Indonesia dan Kemenag siapkan 14 armada untuk 90 ribu jemaah

Baginya, antrean panjang di SPBU adalah realitas sehari-hari bagi masyarakat kecil yang ingin menghemat pengeluaran. Namun, jika benar ada praktik pencampuran bahan bakar yang tidak transparan, ia merasa seperti telah ditipu.

"Sebagai orang yang setiap hari cari uang dengan berjualan kopi, saya benar-benar kecewa. Saya harus hitung biaya BBM dengan cermat supaya tetap bisa jualan dan untung. Ternyata, yang saya bayar mungkin tidak sebanding dengan kualitas yang saya harapkan," tambahnya.

Halaman:

Tags

Terkini