Sebagaimana yang telah disebutkan dari hasil rangkuman kejadian bencana terbaru dalam beberapa hari terakhir, beberapa wilayah Indonesia khususnya Pulau Jawa bagian tengah dan timur hingga Bengkulu mengalami fenomena cuaca ekstrem yang menjadi salah satu tanda masuknya fase peralihan musim kemarau ke musim hujan (pancaroba).
Masa peralihan ini ditandai dengan hujan intensitas tinggi yang datang tiba-tiba, disertai petir, angin kencang, dan potensi puting beliung.
Kondisi tersebut meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, serta kerusakan infrastruktur akibat angin kencang.
Menurut prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), memasuki pekan terakhir bulan September hingga awal Oktober, wilayah selatan Indonesia berada pada masa peralihan atau periode transisi dari musim kemarau ke musim hujan.
Selama periode ini, hujan disertai petir dan angin kencang berdurasi singkat pada skala lokal umumnya terjadi saat siang menjelang sore hingga malam hari, didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.
Selain itu, faktor dinamika atmosfer pada skala global, regional, dan lokal turut memberikan kontribusi terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia hingga sepekan ke depan.
Aktivitas atmosfer tersebut juga berpotensi menghasilkan hujan dengan intensitas bervariasi, mulai dari ringan hingga sangat lebat.
Disisi lain, Siklon Tropis “BUALOI” diprediksi berada di sekitar Laut Cina Selatan, dengan pergerakan ke arah Barat – Barat Laut.
Siklon tropis tersebut membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) dan pertemuan angin (konfluensi) di Laut Cina Selatan, Perairan selatan Filipina, dan Samudra Pasifik Utara Maluku Utara hingga Papua.
Siklon ini memberikan dampak tidak langsung berupa hujan sedang – lebat di sejumlah wilayah di Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Papua Barat Daya.
Faktor lain yang turut mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia adalah adanya daerah perlambatan dan pertemuan angin yang terpantau memanjang dari Pesisir Barat Bengkulu hingga barat Sumatra Barat, dari Laut Natuna Utara hingga Laut Cina Selatan, dari pesisir utara Jawa timur hingga Jawa Tengah, dari pesisir Timur Kalimantan Selatan hingga Kalimantan utara, dari NTT hingga NTB di Laut Banda, dari Laut Maluku hingga Gorontalo dan dari Papua hingga Papua Barat Daya, Laut Andaman, Laut Halmahera, dan Samudra Pasifik Utara Papua.
Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar daerah perlambatan dan pertemuan angin tersebut.
Kondisi atmosfer pada skala lokal juga mendukung peningkatan potensi hujan.
Labilitas atmosfer yang relatif kuat serta kelembaban udara yang basah menjadi pemicu terbentuknya awan konvektif di beberapa wilayah Indonesia.
Mencermati adanya beberapa fenomena di atas, BNPB mengimbau masyarakat untuk melakukan langkah mitigasi sederhana, seperti memangkas dahan pohon rawan tumbang, memperkuat atap dan struktur rumah, membersihkan saluran air agar tidak tersumbat, serta memantau prakiraan cuaca dari lembaga terkait.
Artikel Terkait
7 Sabun Brand Lokal untuk Kulit Sensitif yang Aman dan Bebas Iritasi
Bolehkah Ikan Hiu Dikonsumsi? Penjelasan Lengkap Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan Pandangan Ulama dalam Islam
Inilah 20 Ucapan Hari G30S PKI yang Penuh Makna dan Doa untuk Pahlawan Revolusi
Sejarah Panjang Peristiwa 30 September 1965: Tragedi Kelam yang Mengubah Arah Bangsa
Tragedi Ponpes Sidoarjo: Bangunan Roboh, Evakuasi Korban Masih Berjalan