JAKARTA INSIDER - Pemerintah tengah melangkah tegas dalam mengatur industri pinjaman online (pinjol) dengan revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Langkah ini diharapkan mampu mengurangi praktik kekerasan dalam penagihan pinjaman dengan melarang pinjol menyediakan data peminjam kepada debt collector.
Menurut Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, regulasi baru ini dapat mengurangi kekerasan dalam penagihan.
"Pihak pinjol tidak boleh memberikan data peminjam kepada debt collector," ungkapnya.
Langkah ini dianggap sebagai positif karena mendorong industri pinjaman online untuk beroperasi dengan lebih baik.
Dengan aturan ini, diharapkan industri tersebut akan terdorong untuk mematuhi peraturan tersebut.
Baca Juga: Kekejaman mengerikan, komplotan 20 orang termasuk mahasiswa siksa anak MAN 1 Medan
Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi pidana, dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sesuai dengan Pasal 45 ayat 10b yang tercantum dalam revisi UU ITE.
Selain itu, revisi ini juga diharapkan memperkuat peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam menegakkan kedisiplinan perusahaan pinjaman online.
"Ini bisa menjadi dorongan bagi AFPI untuk menegakkan aturan bagi pinjol yang nakal," jelas Huda.
Revisi kedua UU ITE ini telah selesai dibahas oleh Komisi I DPR RI dan akan segera disahkan dalam rapat paripurna.
Perubahan dalam revisi ini mencakup 38 poin penting serta beberapa tambahan yang diharapkan dapat mengatur industri pinjaman online dengan lebih baik.***