Keterlaluan, acara TV Brownis ajak atlit disabilitas yang kehilangan kaki dan duduk di kursi roda untuk senam

JAKARTA INSIDER - Program acara Brownis Trans TV menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah mengundang atlet penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam sesi senam.

Salah satu tamu, yang memiliki kekurangan satu kaki dan menggunakan kursi roda, diajak untuk menirukan gerakan senam.

Banyak yang mengkritik tindakan ini, menyebutnya kurang sensitif dan menjijikkan.

Baca Juga: Pura-pura untuk melukat di Pulau Bali, menyingkap keajaiban dan kebersihan spiritual

Seperti yang ditulis oleh pemilik akun Twitter @jayapuraupdate: "Produser acara  nya goblok.. tim kreatif nya idiot...  pembawa2 acara nya orang munafik semua..  tidak punya hati. Saya rasa saya tidak usah menjelaskan dimana hal yg menjijikkan di tayangan ini.. kasat mata".

Dalam video yang menjadi viral, terlihat para atlet penyandang disabilitas tersebut diminta untuk mengikuti gerakan senam oleh bintang tamu instruktur senam Deo Valent.

Meskipun ada reaksi beragam dari para atlet, termasuk kekhawatiran dan ketidaknyamanan, mereka tetap berusaha untuk mengikuti gerakan tersebut.

Baca Juga: Mengenang para pejuang dan pahlawan dalam damai abadi di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Salah satu bintang tamu, Agung Rizki Satria, mengungkapkan bahwa awalnya tim kreatif acara meminta Deo Valent untuk menantang para pembawa acara Brownis agar mengikuti gerakan senam.

Namun, tiga atlet berkebutuhan khusus juga ikut diajak untuk menirukan gerakan tersebut.

Agung mengaku ada kesulitan dalam menirukan gerakan tangan, namun ia memaklumi apabila ada pandangan yang menganggap tayangan tersebut kurang pantas.

Baca Juga: Makam Gus Dur: Simbol Wisata Religi Penuh Keindahan di Jombang

Bahrul Fuad, Komisioner Komnas Perempuan dan aktivis gerakan inklusif disabilitas, mengomentari tayangan ini sebagai kurangnya kepekaan masyarakat terhadap penyandang disabilitas.

Menurutnya, meskipun tidak sampai pada level penghinaan atau pelecehan, hal ini menunjukkan bahwa kesadaran inklusi di Indonesia masih kurang.