JAKARTA INSIDER – Isu ketidaktransparanan produsen galon bekas pakai atau galon guna ulang bermerek menjadi perbincangan hangat dalam beberapa waktu terakhir.
Di banyak daerah, konsumen kerap merasa dirugikan lantaran galon yang mereka beli adalah galon bekas pakai, bukan galon baru, yang seharusnya diperuntukkan sebagai galon guna ulang.
Namun keluhan terkait galon bekas pakai tersebut rupanya menjadi tantangan tersendiri bagi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), otoritas puncak perlindungan konsumen nasional. Hal ini karena kewenangan dan kapasitasnya masih terbatas dalam merespon keluhan tersebut.
Baca Juga: Kaum Adam harap waspada, hasil penelitian terbaru sebut BPA berpotensi picu kanker prostat!
"Percepat revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumendan beri hak eksekutorial kepada BPKN," kata Kepala BPKN, Rizal E. Halim, saat dimintai komentarnya terkait isu penjualan galon bekas pakai.
Menurut Rizal, percepatan revisi Undang–Undang No. 8 Tahun 1999 tersebut diperlukan untuk mengakomodir dinamika kebutuhan konsumen.
"Tujuan perlindungan konsumen kan untuk memperkuat aspek kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen sekaligus mendorong kesadaran pelaku usaha terhadap hak–hak dan kewajibannya untuk memproduksi barang dan jasa," tambahnya.
Baca Juga: Honda Gold Wing 1800, motor eksplorasi petualang dengan gaya premium dan performa maksimal
Rizal berharap, revisi UU Perlindungan Konsumen nantinya bisa mengakomodir perkembangan mutakhir di tengah masyarakat, termasuk soal kerugian konsumen dari membeli galon bekas pakai.
"Harus diakui tingkat kesadaran konsumen kian meningkat dan harapan kami nantinya sengketa konsumen dengan pelaku usaha bisa terselesaikan cepat dan ada pemulihan hak-hak konsumen," katanya.
Sekaitan itu, Rizal mendesak kalangan produsen untuk lebih terbuka dan jujur terkait penjualan galon bekas pakai.
"Dorongan konkret kami kepada produsen harus jujur, semua pelaku yang bergerak pada barang dan jasa harus jujur. Ya selalu kami ingatkan pelaku usaha seluruh sektor untuk jujur pada konsumen sesuai amanat undang-undang,"tandasnya.
Namun pendapat berbeda disampaikan oleh anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo.