JAKARTA INSIDER - Bayang-bayang utang besar proyek kereta cepat di Indonesia, Whoosh kembali menyeruak ke permukaan.
Proyek yang menghubungkan Jakarta-Bandung itu kini menghadapi isu serius tentang nasib pembayaran utangnya ke China.
Terkini, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mempertanyakan kontrak kerja sama Indonesia-China dalam proyek Whoosh.
Baca Juga: Khawatir Bisnis Travel Terganggu, Wamen Haji Tegaskan Perlindungan Ekosistem Umrah
“Kita belum tahu jelas isi kontrak Indonesia dan China dalam proyek ini, bahkan dalam sebuah wawancara, seorang anggota DPR mengatakan tidak tahu isi kontraknya,” ujar Mahfud MD melalui kanal YouTube Mahfud MD Official, pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Mahfud menilai, ketertutupan kontrak antara Indonesia dan China menjadi sumber kekhawatiran publik.
Guru Besar Hukum Tata Negara itu lantas mempertanyakan terkait kemungkinan DPR benar-benar memiliki salinan kontrak tersebut dan alasan dokumennya yang disebut tidak dapat diakses secara terbuka.
Baca Juga: Usai Gagal ke Piala Dunia, Kluivert Mundur: Apakah Tim Bisa Kembali ke Era STY?
“Apakah dokumen kontrak tersebut bisa diakses oleh publik secara utuh?” imbuhnya.
Berkaca dari hal itu, proyek Whoosh memang digarap oleh konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), dengan porsi saham mayoritas dipegang oleh BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan China Railway International Co. Ltd dari pihak China.
Total investasi proyek ini mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp120,6 triliun, dengan sekitar 75 persen dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) berbunga tetap 2 persen per tahun selama 40 tahun.
Baca Juga: Ketegangan AS vs China Turun Drastis, Ternyata Ini Penyebabnya!
Di sisi lain, sebagian publik menyoroti bunga pinjaman tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan tawaran Jepang yang sebelumnya sempat bersaing dalam tender proyek, yaitu hanya 0,1 persen per tahun.
Pembengkakan Biaya dan Beban BUMN