Soroti ketidasetaraan kepemilikan tanah, Hamdan Zoelva: Prabowo kuasai 500.000 Ha saat mayoritas petani tak punya lahan

photo author
- Sabtu, 13 Januari 2024 | 17:05 WIB
Ketidaksetaraan kepemilikan lahan terkuak: Prabowo Subianto 500.000 Ha, petani kecil terbatas. (Zoelvapartners.id / JakartaInsider.id)
Ketidaksetaraan kepemilikan lahan terkuak: Prabowo Subianto 500.000 Ha, petani kecil terbatas. (Zoelvapartners.id / JakartaInsider.id)

JAKARTA INSIDER - Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015, Prof. Dr. Hamdan Zoelva, baru-baru ini mengungkapkan ketidaksetaraan yang mencengangkan dalam kepemilikan lahan di Indonesia.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Hamdan Zoelva menyoroti fakta bahwa mayoritas lahan di Indonesia, termasuk 500.000 hektar yang dimiliki oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dikuasai oleh segelintir elit.

Sementara itu, sebagian besar petani kecil terpaksa menggarap lahan yang sangat terbatas.

Baca Juga: Berantas mafia tanah, Menteri ATR/BPN gencarkan E-Sertifikat untuk menjamin kepastian Kepemilikan tanah

"Pak Prabowo termasuk, bagian kecil dari rakyat Indonesia yang mendapatkan kenikmatan kemerdekaan yang luar biasa dengan memiliki 500 ribu hektare tanah. Sementara, rata-rata petani-petani kecil, menguasai tanah seluas 0,5 hektare. Ini petani-petani kecil. Belum lagi masih banyak sekali yang belum memiliki tanah [hanya sebagai petani penggarap]. Hanya menempati tanah pinjaman," ujar Hamdan Zoelva.

Meskipun Prabowo Subianto menyatakan bahwa 500.000 hektar tersebut adalah Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki oleh negara, Hamdan Zoelva menegaskan bahwa secara fungsional lahan tersebut dianggap milik Prabowo dengan jangka waktu penguasaan yang dapat mencapai 190 tahun.

Baca Juga: Gibran Rakabuming Raka pilih tak gunakan singkatan pada debat cawapres kedua, fokus pada pembangunan berkelanjutan

"Jadi, artinya, kalau dikatakan HGU itu bukan milik Pak Prabowo, ini jadi aneh karena itu bisa diwariskan sampai cucu cicit. Karena jangka waktu penguasaannya bisa hingga 190 tahun. Dan tidak bisa negara mengambil alih begitu saja terhadap tanah yang diberikan dengan status HGU kecuali ditelantarkan," tambah Hamdan.

Menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, ada 26 juta rumah tangga petani gurem di bawah garis kemiskinan yang hanya memiliki lahan maksimal 0,5 hektar.

Sementara itu, pemilik modal bisa menguasai lahan hingga ratusan ribu hektar, yang menurutnya, melanggar konstitusi terutama Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA).

Baca Juga: Rekayasa lalu lintas dan pengamanan ketat, Demo Gaza di Kedubes AS Jakarta, aksi protes damai untuk Gaza pada 13 Januari 2024

"Kalau kita setia pada Undang-Undang Pokok Agraria, eksplisit menyatakan monopoli tanah oleh swasta itu tidak diperkenankan. Jadi, kalau ada konsesi yang menguasai tanah sangat luas di satu provinsi itu sebenarnya bagian dari pelanggaran konstitusi," tegas Dewi.

Dewi juga menyoroti ketidaksesuaian dalam Undang-Undang IKN yang memberikan konsesi hingga 190 tahun, yang dianggapnya bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria.

"Perumusan Undang-Undang IKN jadi sangat ironis karena UU PA sudah mengatur berapa lama jangka waktu dari HGU ataupun HGB. Aturannya 25 tahun pemberian HGU, bisa diperpanjang 30 tahun, lalu nanti diberikan lagi 25 tahun untuk pembaruannya. Jadi, kalau di total kurang lebih itu 95 tahun, tapi ada siklusnya. Jadi seharusnya ada penerbitan, perpanjangan, pembaruan tidak bisa langsung sekaligus seperti di UU IKN," ungkap Dewi.

Baca Juga: Tanggapan Pimpinan DPRD DKI Jakarta terhadap kontroversi spanduk dan stiker ajakan Pj Gubernur Heru Budi terkait Pemilu 2024

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Suwaji

Sumber: rilis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X