Sejarah menulis, dalam beberapa pertempuran, motor Harley Davidson dikembangkan untuk bisa menaruh senapan mesin, sehingga memudahkan tentara Amerika Serikat saat bertempur.
Harley Davidson, terutama seri WLA, bahkan punya peran sebagai kendaraan tempur saat terjadi Perang Dunia I dan II. Sebanyak 90 ribu unit diproduksi untuk keperluan perang.
Pada 1950, Harley Davidson memasuki masa suram. Sebab motor buatan Inggris, Triumph, mulai menguasai pasar hingga 40 persen. Namun Harley Davidson menyerang balik dengan meluncurkan motor tercepat mereka saat itu: Harley Davidson Sportster.
Motor yang diluncurkan pada 1957 itu menjadi game-changer bagi Harley Davidson, sehingga mereka bisa keluar dari masa gelap itu.
Hingga hari ini Harley Davidson mampu mempertahankan nilai dan tradisi yang dianutnya sejak satu abad yang lalu. Mereka tetap berkomitmen untuk terus menjaga nama besar mereka sebagai ikon dari kebebasan hidup.
Harley Davidson juga telah berinovasi dalam segi bisnis dan teknologi agar tetap relevan. Misalnya, Harley Davidson mendukung kustomisasi motor, membuat strategi jangka panjang agar penggemarnya tetap loyal, serta mengajak generasi baru penggemar otomotif untuk bergabung bersama.
Mengapa identik dengan kaum borjuis?
Pengguna Harley-Davidson saat ini identik kaum borjuis dari kalangan pengusaha, pejabat, hingga artis papan atas. Namun kata Indrodjojo Kusumonegoro atau lebih dikenal sebagai Indro Warkop, para sesepuh pengguna Harley-Davidson tidak demikian.
Baca Juga: Jonathan Latumahina sebut kondisi David sudah semakin baik: Saya tidak akan pernah lupa erangan dia!
Menurut Indro yang merupakan pendiri Harley-Davidson Club Jakarta (HDCJ), dulu pengguna Harley-Davidson hanya sekumpulan orang tua yang doyan menunggangi motor lawas.
"Jadi gini, hobi itu satu dari kalangan PNS, pensiunan, eks polisi, tentara, atau orang orang yang senang motor besar. Karena dulu itu motor besar dilihat sebagai motor tua. Baru deh merambah ke orang lain termasuk anak muda. Saya anak muda saat itu yang masuk 1970an," ungkap Indro yang kini mengaku sudah tak aktif di klub.
Indro juga mengatakan pengguna Harley-Davidson terdahulu tidak didominasi kaum atas, latar ekonomi kelas satu tidak menentukan kepemilikan.
"Makanya HDCI pertama itu ya milik menengah ke bawah, bukan menengah atas. Kalau sekarang kan menengah atas. Karena motor tua sudah ketinggalan. Seperti saya, saya pendiri tapi sudah tidak di HDCI. Mungkin orang HDCI tidak tau saya pendirinya," ucap Indro sembari tertawa.***