ekbis

Rupiah tak kuat melawan dolar Amerika, melemah sejak April

Selasa, 11 Oktober 2022 | 16:28 WIB
Potret Dolar Amerika (Pinterest )

JAKARTA INSIDER – Rupiah semakin tak kuat melawan dolar Amerika yang kian naik.

Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan.

Departemen Tenaga Kerja AS Jumat pekan lalu melaporkan tingkat pengangguran turun menjadi 3,5% pada September dari bulan sebelumnya 3,7%.

Baca Juga: Rupiah makin gagah, Dolar Australia merosot selama 2 tahun terakhir

Kemudian sepanjang September, perekonomian AS menyerap 263.000 tenaga kerja, tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara total, dengan rata-rata kenaikan upah 5% year-on-year.

Pasca rilis tersebut, pelaku pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%, dengan probabilitas lebih dari 80%, berdasarkan perangkat FedWatch milik.

Amerika Serikat akan merilis data inflasi yang juga menjadi salah satu acuan The Fed dalam menaikkan suku bunga.

 Jika inflasi kembali menanjak akibat pasar tenaga kerja yang kuat, maka The Fed bisa jadi akan terus agresif yang membuat dolar AS melesat dan rupiah tertekan.

Jika inflasi semakin tinggi, maka akan menjadi konfirmasi perlu waktu lama untuk menurunkannya. Artinya, The Fed bisa menahan suku bunga tinggi lebih lama.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,1% ke Rp 15.325/US$. Depresiasi bertambah menjadi 0,26% ke Rp 15.350/US$ pada pukul 9:13 WIB. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak 29 April 2020.

The Fed masih akan terus menaikkan suku bunga meski pelambatan ekonomi yang berujung resesi akan terjadi.

CEO JPMorgan, Jamie Dimon, mengatakan Amerika Serikat bisa mengalami resesi dalam 6 bulan ke depan.

“Ini dalah sesuatu yang sangat, sangat serius, saya pikir akan membawa Amerika Serikat dan dunia – saya rasa Eropa sudah mengalami resesi – dan itu akna mendorong Amerika Serikat juga mengalami resesi dalam 6 sampai 9 bulan ke depan,” kata Dimon, dikutip dari CNN international, Selasa (11/20/2022).

Dimon menambahkan, seberapa lama dan parah dampak resesi akan sulit diukur, sebab ada faktor perang Rusia-Ukraina yang membuat inflasi masih terus tinggi.

“Resesi bisa menjadi sangat ringan atau cukup berat, dan banyak hal tergantung dair perang saat ini. Jadi memperkirakannya akan sulit, bersiaplah,” ujar Dimon.

Halaman:

Tags

Terkini