ekbis

Penerapan pajak karbon akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk meraup keuntungan

Kamis, 13 Juli 2023 | 10:23 WIB
Indonesia berpeluang raup keuntungan dari penerapan pajak karbon. (Instagram/ @mhendyan)

 

JAKARTA INSIDER - Penerapan pajak karbon menjadi salah satu upaya untuk mencapai Net Zero Emission, tengah menjadi fokus dunia.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan bahwa pemerintah serta para stakeholder terkait termasuk juga pelaku usaha harus bersinergi mencari jalan keluar bersama.

Hal tersebut guna penurunan emisi karbon benar-benar bisa terealisasi. Wacana penggunaan pajak karbon sebagai salah satu cara dunia untuk menekan emisi bisa menjadi momentum tepat.

Baca Juga: Pegawai Burger King di Indonesia terkena hukuman fisik, disuruh squat jump hingga ditonjok

Arifin mengatakan, teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan emisi dari penggunaan energi di Indonesia.

Terlebih lagi, ada kajian yang menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan atau reservoir untuk menyimpan CO2 mencapai 400 Gigaton CO2.

"Kita harus mendorong energi bersih. Kita harus bisa memanfaatkan sumber-sumber dalam negeri kita untuk mengurangi karbon. Kita dikaruniai luar biasa potensi untuk menyimpan carbon karena ada teknolgi CCUS, kita ada reservoir yang sudah kosong. Dari studi Rystad Energy kita bisa dibilang memiliki kapasitas untuk 400 gigaton CO2," ujar Arifin di Jakarta, Rabu (5/7) lalu.

Baca Juga: Bikin heboh! Raffi Ahmad jualan di live streaming tembus angka Rp7 miliar dalam 12 jam, pecahkan rekor baru

Menurut Arifin, kondisi tersebut sudah disadari oleh para pemain besar dunia. Exxon, BP, hingga Chevron kini sedang melakukan kajian untuk menerapkan CCUS di Indonesia.

"Sudah banyak yang berebut untuk masuk. Exxon, Chevron, dan BP langsung mulai apa manfaatnya selain menampung karbon, untuk mendorong kita punya industri. Nanti ini bisa digunakan untuk carbon hub kita bisa melakukan perdagangan. Jadi dari 400 gigaton tersebut, emisi indonesia itu sampai 2060 paling memanfaatkan 25% saja. Ini yang sedang kita develop kalau kita bisa laksanakan dengan baik, kita bisa membalikkan ancaman jadi kesempatan," jelas Arifin.

Arifin menyebutkan bahwa di Indonesia masih banyak industri yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti batu bara atau minyak.

Baca Juga: Menu kolaborasi McDonalds dan New Jeans hadir di Indonesia! Rasakan sensasi K-Pop dalam setiap gigitan

Hal ini tentu jadi catatan khusus agar upaya mendorong produktivitas industri domestik jangan sampai memberikan dampak serius terhadap lingkungan.

Halaman:

Tags

Terkini