Matanya merah mengeluarkan darah, mulutnya dipenuhi dengan luka menganga, Ia berjalan sambil menyeret kakinya yang patah ke arahku, menatapku dengan tajam.
Semakin anak kecil itu mendekat, tubuhku semakin mematung, aku ingin berteriak, tapi entah apa yang menahanku, mulutku seakan tidak berfungsi.
Baca Juga: Haramnya Friend with Benefit Menurut Islam: Menjaga Kesucian dan Keharmonisan
Melihat anak kecil itu mendekat, dan tubuhku yang berdiri kaku, Dini langsung menarik tanganku untuk segera berlalu turun ke lantai 1.
Sekuat tenaga ia berlari dan tidak pernah melepaskan tanganku, hingga sampai dilantai dasar, keringat dingin ketakutan membasahi tubuhku.
Aku tidak bisa membayangkan di posisi itu tanpa Dini disampingku, tak henti hentinya aku mengucapakan terimakasih kepadanya.
“Makasih ya Din, kamu udah mau bantu aku” ucapku dengan nafas yang terengah-engah.
Tak mengucapkan kata apapun, Dini langsung mengantar ku pulang ke kostan ku, setelah kejadian itu selama tiga hari aku mengalami demam dan tidak masuk kuliah.
Setelah sembuh, aku menceritakan kisah itu ke teman kelasku yang lain, dan ternyata bukan aku saja yang melihat sosok anak kecil itu.
Sesosok anak laki-laki yang menyeret kakinya yang patah dengan mata dan mulut dipenuhi dengan darah.***