Mereka menuduhnya melakukan "aktivisme performatif" yang tidak memberikan manfaat nyata bagi komunitas tersebut.
Selain itu, masalah ini juga menimbulkan kekhawatiran bagi industri musik di Malaysia.
FSA mengungkapkan keprihatinan bahwa insiden ini dapat merusak kepercayaan para promotor musik dan mengancam stabilitas perkembangan seni pertunjukan di negara ini.
Kontroversi ini juga menarik perhatian internasional, mengingat pada hari Minggu, The 1975 dijadwalkan tampil di sebuah festival di Jakarta, ibu kota Indonesia, negara Muslim terpadat di dunia.
Banyak yang penasaran apakah band ini akan menghadapi masalah serupa di sana atau tidak.
Skandal ini datang pada saat yang sensitif di Malaysia, di mana pemerintahan koalisi progresif akan menghadapi ujian dukungan publiknya dalam pemilihan di enam negara bagian.
Sementara pihak oposisi telah menuduh pemerintah tidak cukup melindungi hak-hak umat Muslim, perdana menteri sendiri menyatakan bahwa pemerintahannya tidak akan mengakui hak-hak LGBT.***