JAKARTAINSIDER – Setelah invasi nya tujuh bulan lalu ke Ukraina, banyak perubahan terjadi di Rusia khususnya Eropa.
Negara Uni Eropa dan seluruh wilayah yang berada di Eropa sedang alami krisis ekonomi.
Di mulai dari krisis bahan makanan yang serba mahal di Belgia,Belanda, dan Jerman, hingga tak sedikit wilayah dari Eropa yang menghemat penggunaan listrik seperti Spanyol dan Italia.
Namun, dalam hal ini Rusia di anggap untung besar, karena pasokan senjata perang dan adanya keuntungan pajak yang lain.
Raksasa gas Rusia Gazprom Group merengkuh untung besar di tengah perang dengan Ukraina yang masih berlanjut.
Perusahaan mengalami peningkatan dari segi laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi lebih dari dua kali lipat selama setengah tahun pertama 2022.
Jumlahnya menjadi 3,05 triliun rubel atau sekitar Rp 788,3 triliun.
Gazprom mengatakan harga gas ekspor rata-rata naik lebih dari 3,5 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dikutip dari Reuters, Selasa (27/9/2022).
Pada bulan lalu, Gazprom melaporkan rekor laba bersihnya sebesar 2,5 triliun rubel (Rp 646,1 triliun) dalam periode yang sama.
Untuk pertama kalinya sejak 1998, Dewan merekomendasikan pembayaran dividen interim.
Gazprom merupakan pemilik mayoritas dari Pipa Nord Stream 1, yang sempat ditutup pada Juli lalu dengan alasan pemeliharaan tahunan.
Namun kala itu banyak yang khawatir ini merupakan rencana Kremlin menutup keran infrastruktur impor gas terbesar Uni Eropa (UE) selamanya.
Penutupan saat itu merupakan cara Presiden Rusia Vladimir Putin untuk Uni Eropa atas rentetan sanksi setelah perang dengan Ukraina pecah.
Pada Juli lalu penutupan terjadi saat Rusia telah mengurangi aliran gasnya ke Eropa sebanyak 60%.
Sementara itu krisis energi itu merugikan banyak negara Uni Eropa.
Artikel Terkait
Kremlin mengumumkan pemungutan suara, untuk mencaplok sebagian Ukraina